Bale Raos Destinasi Gastronomi Lintas Dimensi

Ngayogyakarta Hadiningrat kota yang kaya akan kuliner dan seninya, menjaga erat kultur budaya jawa hingga keakarnya. Kota  yang sampai saat ini terasa sejuk akan paduan budaya khas dengan balutan tradisionalnya. 

Setelah ratusan tahun berdiri hingar kotanya kian berseri walau telah menempuh perjalanan panjang adat dan budaya tetap dipertahankan sehingga menciptakan suasana nyaman babi para pendatang dan wisatawan yang bertandang. Kota ini memiliki segudang sajian kuliner nusantara yang telah menempuh perjalanan panjang. Sebuah wujud gastronomi sejati negri ini.

Bale Raos salah satunya restoran yang pada awalnya didirikan dengan misi non komersial yakni untuk mempertahankan dan melestarikan kuliner-kuliner yang ada di Kraton Yogyakarta, karena untuk melestarikan sebuah makanan, makanan tersebut perlu dinikmati dan hidup di tengah masyarakat. Bale raos muncul atas inisiatif Gusti Kanjeng Ratu hemas (Permaisuri Sri Hamengkubuono X) bersama alm. KGBH Hadiwinoto mereka menilai bahwa kuliner yang ada di Kraton Yogyakarta itu banyak sayangnya belum bisa terkenal ke mancanegara sehingga diperlukan pula upaya untuk memperkenalkan dan mengsejajarkan makanan tradisonal dengan makanan dari negara-negara lain.

Bale Raos sendiri menyajikan makanan-makanan Khas Kraton Yogyakarta masih berada di dalam area Kraton Yogyakarta menjadi salah satu aset yang ada di Kraton yang kini dialokasikan untuk kepentingan publik. Tempat ini pun menyajikan ragam makanan lengkap tradisional Jawa dan beberapa pula merupakan hasil kreasi dari Sri Sultan Hamengkubuono sendiri sehingga setiap makanan hang hadir di sini memiliki sejarah dan ceritanya tersendiri, karena hal inilah yang juga turut di lestarikan Bale Raos agar carita dari tiap makanan tatap hidup dalam memory.

Mulai dari apatizer hingga dissert ternyata lengkap dihadirkan di restoran ini, namun semua ini tetap mempertahankan rasa tradisional dengan kreasi dan inovasi tampilan dan penyajian. Baberapa sajian dari yogja ini pun memang tidak luput dari pengaruh akulturasi dari budaya barat terutama dari Belanda dan Inggris karena pada masa itu sepergi yang kita ketahuin Belanda memegang pentinv kekasaan selama waktu yang lama sehingga sedikit banyak pengaruh barat pun terserap kedalam makanan, namun tetap untuk rasa dimodivikasi sehingga bisa dinikmati oleh lidah orang pri bumi.

Dikutip dari kanal youtube Kisarasa, Sumartoyo selaku General Manager Bale Raos menhampaikan “Jika berbicara jumlah makanan-makanan Kraton yang sudah dimunculkan di Bale Raos, dari jumlah dan presentasenya sekitar 70-80% karena jumlah makanan atau kuliner yang ada di Kraton Yogyakarta lebih dari 100 item. Jadi sebetulnya masih banyak makanan-makanan hang belum dimunculkan di Bale Raos karena ada makanan-makanan tertentu yang sifatnya khusus untuk ritual.”

Salah satu yang dihidangkan di sini adalah bir Jawa yang dianggap sebagai minuman gastrodiplomasi dimana jika Sri Sultan Hamengkubuono ke-8 banhak menerima kunjungan atau jamuan makan dari tamu-tamu Belanda. Pada saat itu kebiasan orang Belanda pasti minum bir alkohol sedangkan Sri Sultan dan para abdinya tidak mengkonsumsi minuman tersebut maka dari itu untuk tetap menghormati para tamunya Sri Sultan Hamengkubuono ke-8 menciptakan minuman yang jika dilihat dengan mata memiliki rupa dan warna yang sama namun tidak beralkohol karena terbuat dari rempah-rempah salah satunya jahe.

Kemudian ada pula maincourse gecok ganem yakni daging sapi giling seperti meatball disajikan dengan kuah santan semacam garang asam, makanan ini telah ada sejak dahulu dan merupakan makanan kesukaan dari Sri Sultan Hamengkubuono ke-VII dan ke-VIII. Sajian santan yang light dan creamy dalam kudapan ini dipadukan dengan rasa belimbing wuluh yang asam membuat rasa dari gecok ganem menjadi segar dan nikmat di lidah.
Kemudian ada sanggar, yang berupa daging sapi dengan bumbu rempah kemufdian saat dibakar dioles dengan santan kental sehingga rasa daging pipih tersebut menjadi gurih, beraoma bakar, dan kaya akan rempah dalam sebuah gigitan. Sanggar ini telah ada sejak zaman Sri Sultan Hamengkubuono ke VII. Yakni sejak tahun 1800an.

Ada pula bebek suar suir yang merupakan hasil kreasi Sri Sultan Hamenkubuono ke-IX karena Sri Sultan Hamenkubuono ke-IX gemar memasak, bebek suar suir ini hasil kreasi beliau dengan juru masak kraton yang memiliki darah Belanda. Kudapan ini pun menererima pengaruh dari barat hal ini dibuktikan dengan kehadiran penyajian bebek yang dinikmati bersama dengan potongan buah nanas pipih yang juga disajikan dengan saus asam manis yang berasal dari kedodondong.

Selanjutnya ada hidangan penutup yang sudah ada sejak era Sri Sultan Hamengkubuono ke-VII yakni pada tahun 1890an yang diberi nama manuk nom yang dalam bahasa indonesia berarti burung muda. Manuk nom sendiri merupakan hidangan berbahan dasar telor, susu, dan tapai ketan ijo. Penamaan manuk nom sendiri terinspirasi dari tekstur karena burung yang baru menetas dari telur memiliki tekstur yang lembut dan warna yang serupa. Selain itu penyajiannya pun terbilang unik karena disajikan bersama denvan emping sebagai sendok untuk kudapan tersebut.
Bale Raos berhasil mempertahankan tradisi dan cerita dibaliknya sehingga menimbulkan pengalaman makan yang akan sangat berkesan dengan kudapan kudapan lintas dimensi yang telah ada sejak zaman dahulu, bahkan menjadi kesukaan para raja terdahulu.

Komentar

Postingan Populer