Kaya Tetapi Dimiskinkan

Di era maraknya serapan dari hidangan negara lain yang masuk ke Indonesia dapatkah hidangan Nusantara eksis di tempat asalnya sendiri? Melihat di zaman sekarang lebih banyak restoran asing yang eksis di kota-kota besar dibanding dengan restoran khas Nusantara.

Jika berbicara tentang kuliner Nusantara, Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan  yang memiliki kurang lebih 17.504 pulau yang tersebar di seluruh penjuru dari Sabang sampai Marauke.  Begitu banyaknya pulau yang ada menyebabkan tiap-tiap daerah memiliki budaya dan ciri khas berbeda-beda baik dari segi penggunaan bahan baku makanan maupun rempah-rempah yang digunakan untuk mengolah suatu hidangan, misalnya saja untuk daerah yang berada di daratan rendah dan berlokasi di dekat lautan lebih kaya dengan olahan yang berbahan dasar ikan dibandingkan dengan olahan hidangan sayuran dari masyarakat yang kebanyakan tinggal di daratan tinggi daerah perkebunan.

Banyaknya pulau di Indonesia membuat kita memiliki ragam kuliner yang kaya, tercatat Indonesia memiliki 3.259 ragam kuliner autentik yang terpantau hingga saat ini. Namun, sayangnya dari jumlah pantauan data tersebut belum semua kuliner diketahui oleh masyarakat luas. Bahkan untuk makanan familiar seperti nasi goreng, soto, dan sate yang memiliki ratusan jenis saja belum semuanya diketahui masyarakat. Lebih lanjut, Indonesia memiliki 104 jenis nasi goreng, 252 jenis sate, lebih dari 100 varian soto, dan lebih dari 322 macam sambal. Jumlah tersebut tentu berasal dari beragam dan banyaknya wilayah yang tersebar di Indonesia. Jika kuliner khas dari Minangkabau saja tercatat menyumbang setidaknya 220 jenis, kemudian kuliner khas Palembang lebih dari 200 jenis, dan kuliner khas Yogyakarta ada lebih dari 192 jenis maka apabila ditotal baru terdapat 612 jenis ragam kuliner. Kemudian  jika kita mengambil salah satu contoh makanan dari Kota Padang misalnya, jumlah 200 jenis yang tercatat belum tentu dapat kita sebutkan dengan mudah sekalipun asli orang Minang karena di Padang sendiri terdapat lebih dari seribu nagari dan tiap nagari memliki makanan yang berbeda, kita mungkin hanya bisa menyebutkan beberapa seperti; rendang, nasi kapau, sate padang, lontong sayur padang, lontong pical, dll. Sisanya bisa kita sebutkan jika melihat sumber yang memadai. Itu baru mengambil contoh dari ragam kuliner Nusantara di Kota Padang selebihnya masih terdapat 2.647 hidangan yang berasal dari seluruh daerah Nusantara. 

Jika kita menilai membuat masakan khas Nusantara rumit dan banyak menggunakan bumbu tradisional justru dari penggunaan rempah atau bumbu yang beragam itulah rasa dan aroma masakan Nusantara memiliki cita rasa kaya yang khas. Bukankah dahulu Indonesia dijajah karena kaya akan rempah-rempah? Akan jadi mengherankan jika kita sebagai negara penghasil rempah-rempah terbaik menggunakan komposisi bumbu yang sedikit dalam hidangan khas kulinernya. Oleh sebab itu penting pengentahuan mengenai rempah-rempah yang dijadikan bumbu diberbagai hidangan trasional Nusantara, karena kelak ketika para generasi pendahulu telah tiada kita dapat meneruskannya dengan mempertahankan rasa yang otentik.

Walau semakin kemari kian banyak serapan budaya luar yang membuat kita menjadi sangat mudah mencicipi hidangan negara-negara asing. Namun, tentu saja sebagai warga asli Indonesia lidah kita terbiasa dengan makanan nusantara yang bercita rasa 'rich'. Hampir semua masakan Nusantara memiliki cita rasa lezat dan menggugah selera. Banyaknya jenis dan variasi dari tiap makanan daerah dari Nusantara membuat kita tidak akan bosan dan kehabisan menu makanan untuk dicicipi. Namun,  sayangnya tidak semua mencintai dan merasa bangga dengan olahan khas daerah sendiri. Kita akan lebih bangga jika makan di restoran susyi dibandingkan warteg, kita akan merasa lebih keren ketika memesan menu chiken cordon bleu dibanding ayam goreng tepung dengan sambal geprek.

Kita terlalu merasa Inferior dengan budaya sendiri padahal kenyataannya makanan Indonesia cukup terkenal di mancanegara sebut saja rendang misalnya, tidak hanya dari Sabang sampai Marauke yang mengetahui dan mengakui kenikmatan dari daging yang dimasak selama lebih dari dua jam bersama rempah-rempah itu, satu dunia bahkan telah mengakuinya. Rendang menjadi makanan terenak yang dinobatkan oleh CNN sebagai pemegang juara satu makanan terenak di dunia selama delapan tahun, tapi apakah kita semua tahu akan fakta tersebut dan apakah dengan adanya fakta tersebut kita berbondong-bondong melestarikannya dengan belajar cara membuatnya? Tidak, kebanyakan dari kita lebih memilih abai merasa bangga sesaat kemudian melupakannya. Jika ingin mengetahui lebih lanjut Indonesia memiliki data statistik yang miris, bahwa kita hanya memiliki sekitar 1400-1500 restoran Indonesia di seluruh dunia, jumlah tersebut berbanding jauh dengan negara lain seperti Thailand yang sudah mencapai kisaran 76.000 atau jepang yang sampai diatas 100.000 gerai. Padahal berapa banyak warga Indonesia yang lebih memilih tinggal di luar negeri dan membangun sebuah usaha disana.

Bahasa dan trend telah menarik kita untuk menyesuaikan hidup ke arah barat. ‘Pakaian’ kita koyak lalu kita balut tubuh kita dengan ‘pakaian’ lain agar terlihat modis dan sama. Padahal apa yang kita kenakan itulah identitas kita. Melestarikan bukan berarti kita lebih memilih tertinggal zaman dan menutup diri dari budaya luar dengan mempertahankan apa yang ada dalam budaya sendiri, hanya saja baiknya setiap budaya serapan dari luar yang hendak masuk kita saring dan telaah terlebih dahulu. Mindset ‘kaya’ harus lebih diperdalam, rasa cinta juga bangga akan kebudayaan sendiri menjadi nilai langka yang seharusnya kita tanamkan kepada anak sendari mereka belia agar sekeras apapun kebudayaan di gerus zaman otentikasi dari rasa yang dimiliki tiap daerah tidak akan pernah luntur rasanya karena saat ini kekayaan budaya yang kita punya sedang menunggu digali kemudian diteruskan kelestariannya ke tangan berikutnya.
 

Teks editorial

Komentar

Postingan Populer